Minggu, 30 Mei 2010

BIOTEKNOLOGI PANGAN


Sobat-sobat semua… kalian pasti suka makan sate kan??? Dan pasti tahu kana pa yang membuat sate lebih enak, yang pasti bumbunya kan??? Oiya ada lagi…KECAP tidak bisa ketinggalan karena itu emang pasangan sate, hehehe….

Kalian tahu nggak bagaimana cara pembuatan kecap? Iya kecap berasal dari fermentasi kedelai. Saat ini, industri kecap di Indonesia berkembang cukup pesat. Kenapa tidak? Hampir semua resep masakan Indonesia menggunakan kecap. Beberapa industri besar seperti Unilever, Indofood, Heinz ABC bersaing dengan merek-merek lokal memperebutkan pasar kecap. Biasanya kecap memiliki konsumen fanatik, karena berkaitan dengan rasa khas yang diminati setiap individu. Pasar kecap tidak hanya kalangan rumah tangga, tapi juga kalangan industri food service seperti restoran dan katering.

Bahan baku utama pembuatan kecap adalah kedelai, baik kedelai kuning maupun kedelai hitam. Kebutuhan dan ketergantungan terhadap kedelai yang besar mendorong beberapa industri mengembangkan pola kemitraan dengan melibatkan swasta, petani, dan perguruan tinggi. Selain kedelai, banyak kecap yang juga menggunakan bahan baku ikan, sehingga disebut kecap ikan.

Prinsip pengolahan kedua jenis kecap tersebut sebenarnya sama, yaitu fermentasi. Perbedaannya adalah, kecap kedelai dibuat dengan menginokulasikan jamur kemudian dilakukan fermentasi, sedangkan kecap ikan dibuat secara fermentasi tanpa diinokulasi yang kebanyakan dilakukan oleh bakteri secara alami terdapat pada ikan. Dan proses ini merupakan salah satu yang memanfaatkan bioteknologi.

Jika diperhatikan, rasanya hampir tidak ada rumah tangga di Indonesia yang tidak menggunakan produk yang diolah menggunakan bioteknologi. Kecap, roti, nata de coco, yoghurt, keju, dan terasi adalah sedikit contoh produk bioteknologi yang sangat populer di masyarakat Indonesia. Apalagi saat ini beberapa produk bioteknologi diklaim sebagai pangan fungsional, misalnya yoghurt dan tempe. Berikut adalah beberapa produk-produk yang diperoleh menggunakan proses bioteknolog

Roti adalah salah satu contoh produk bioteknologi yang cukup terkenal. Begitu pentingya roti, banyak pihak yang menjadikan roti sebagai kendaraan untuk fortifikasi gizi dan diversifikasi pangan. Banyak produsen roti menggunakan whole wheat flour yang kaya serat atau bahkan difortifikasi dari luar. Beberapa zat gizi yang difortifikasikan pada roti antara lain omega 3, vitamin B, zinc, fosfor, dan lainnya. Selain itu, roti juga menjadi sasaran program diversifikasi pangan. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tepung terigu sebagai bahan baku utamanya. Salah satunya adalah tepung singkong yang dimodifikasi secara enzimatis. Lagi-lagi bioteknologi memegang peranan kritis dalam hal tersebut. Untuk pembuatan roti sendiri, peranan yeast (ragi) Saccharomyces cerevisiae sangat penting. Dalam industri roti, fungsi utama ragi dalam adonan adalah sebagai leavening agent (pengembang adonan), pembentuk gluten (protein pada tepung), dan penghasil flavor (aroma dan rasa). Beberapa jenis ragi yang tersedia di pasaran antara lain ragi cair (liquid yeast), ragi basah (compressed atau fresh yeast), ragi kering aktif (active dry yeast), ragi kering instan (instant dry yeast), dan ragi beku (frozen yeast).

Istilah bioteknologi untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur Hongaria pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan menggunakan bit gula sebagai sumber pakannya (Suwanto, 1998). Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup dan 'teknologi' yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa. Dari paduan dua kata tersebut European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari organisme hidup, dan/atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.

Ciri utama bioteknologi:

1. Adanya Benda biologi berupa mikroorganisme, tumbuhan atau hewan

2. Adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri

3. Produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian

Persepsi konsumen terhadap bioteknologi

Asian Food Information Centre (AFIC) pertengahan 2008 lalu mengadakan survei untuk mengetahui penerimaan dan persepsi konsumen terhadap bioteknologi pangan, terutama GMO. Hasil dari penelitian tersebut antara lain:

Keamanan pangan. Keyakinan terhadap keamanan pangan konsumen rata-rata bernilai netral hingga positif. Keakuratan label menjadi faktor kritis terhadapat kepercayaan konsumen. Mengenai bioteknologi pangan, beberapa konsumen negara-seperti Jepang, Cina, India, dan Filipina- menunjukkan sedikit/tidak khawatir terhadap keamanannya. Sedangkan konsumen beberapa negara lain menunjukkan tingkat level yang berbeda-beda terhadap isu keamanan pangan bioteknologi pangan.

Label pangan. Informasi terpenting yang dibaca konsumen dari label adalah expiry date. Hampir sepertiga konsumen menyatakan bahwa informasi pada label yang ada saat ini belum cukup. Sementara itu, informasi keberadaan ingridien yang diperoleh dari proses bioteknologi belum menjadi perhatian.     

Bioteknologi pangan secara umum. Kepedulian konsumen Asia terhadap bioteknologi rendah, kecuali Filipina. Persepsi konsumen terhadap bioteknologi ternyata menunjukkan pola yang berbeda antar negara yang disurvei. Hal ini sangat bergantung kepada kegiatan pertaniannya. Konsumen di Cina, India, dan Filipina -yang merupakan negara penghasil pangan- lebih positif melihat bioteknologi. Berbeda dengan negara pengimpor seperti Jepang dan Korea Selatan, yang konsumennya masih belum terlalu peduli dengan peranan bioteknologi pangan, terutama GMO.

Keuntungan yang diperoleh konsumen. Pengetahuan yang lebih baik terhadap manfaat yang bisa diperoleh secara langsung oleh konsumen akan meningkatkan penerimaan terhadap bioteknologi pangan. Konsumen yang telah mengetahui manfaat bioteknologi akan cenderung membeli produk dan turunannya. Keunggulan produk bioteknologi yang sering didengungkan antara lain perbaikan nilai gizi, produk lebih lezat, dan pestisida lebih sedikit.

Bioteknologi dan sustainability. Walaupun sebagian besar konsumen di Asia belum familiar dengan konsep ?sustainable food production?, namun ketika diberi penjelasan singkat, umumnya mereka langsung setuju bahwa konsep tersebut penting.

Bagaimanakah Bioteknologi dapat mengubah dan meningkatkan nilai tambah pangan ?, Misalnya pada perubahan kedelai menjadi kecap dan susu menjadi keju???

Proses-proses tersebut dapat terjadi karena adanya bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme dalam bahan makanan dapat meningkatkan nilai bahan pangan melalui proses fermentasi. Mikroorganisme yang berperan dapat berupa bakteri serta jamur atau khamir.

Beberapa contoh penerapan Bioteknologi pada bidang pangan selain uraian diatas adalah sebagai berikut:

NATA DE COCO

NATA DE SOYA

SUSU FERMENTASI

KEJU

Pengen tahu pembuatannya??? Tunggu kami pada kesempatan berikutnya!!

OK!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar